Search This Blog

April 23, 2008

Ikhlas dan Sabar, itulah Islam!

Bagi yang pernah menonton film ayat-ayat cinta tentu tahu ini dialog antara fahri dan temannya yang di penjara. Ya! Bahkan sutradaranya sekalipun masih belajar mengenai ikhlas dan sabar. "Ikhlas adalah ilmu yang palin sulit dalam Islam", kata Dedy Mizwar dalam filmnya Para Pencari Tuhan.

Dan inilah curhat sang sutradara mengenai pembelajarannya tentang hidup, ikhlas, dan sabar dalam Islam.

Ayat-Ayat Pribadi Seorang SutradaraOleh: Hanung Bramantyo
Membuat Film adalah menciptakan kehidupan dalam layar yang bisa saja terjadi dalam kehidupan pribadi kita...' (Francis Ford Copolla)
Aku tidak menyangka film berdampak besar kepadaku secara pribadi. Film tidak hanya menghantarkan aku dari sekedar seorang lelaki bengal asal jogja menjadi sutradara di jakarta, tapi juga menghantarkan aku dari mulai seorang lelaki yang ‘gelap’ agama, sampai merasakan cahaya hangat dari sang Khalik. Meski hanya secuil saja.
Meskipun aku orang pertama yang tidak puas dengan hasil Ayat-Ayat Cinta secara karya sinema; Tapi aku harus mengakui, lebih dari apapun, film ini sudah merobah pandanganku terhadap karier, agama dan cinta.
Cinta sering disempitkan hanya menyoal hubungan laki-laki dan perempuan. Cinta juga kerap diartikan keinginan memiliki terhadap orang yang dicintai. Ketika aku SMA, aku sering menyalahkan orang lain karena kebodohanku mengartikan cinta. Aku menganggap, cinta hanya diaktualisasikan dengan pacaran. Ketika sekolahku (SMA Muhammadiyah) melarang aku pacaran, aku menyalahkan sekolah. Aku juga kadang menyalahkan orang tua yang berfikiran sama dengan sekolahku. Karena itu sering terjadi benturan-benturan yang tidak hanya merugikan aku, tetapi orang lain: Sekolah, orang tua dan perempuan yang aku cintai.
‘Bisa tidak kamu sedikit menghargai perempuan?’ begitu Sari, adikku selalu bilang kepadaku ketika melihat aku selalu gonta-ganti pacar (kadang sering melukai perasaan perempuan). Aku cuma tersenyum. Sari tahu kalau nasehatnya itu hanya angin lalu saja buatku. Mungkin itu sebabnya, ketika aku memutuskan meninggalkan kuliahku di Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, dan pindah ke FFTV – IKJ, ibu berpesan : ‘kalau kamu sudah bisa membuat film, buatlah film tentang agamamu.’
Film agama?
Awalnya, film buatku hanya sekedar media ekspresi seniman. Ketika membuat film, seorang seniman seperti melukis. Gagasan-gagasan yang berkelindan di kepala harus dituangkan semuanya tanpa kompromi. Karena kompromi membuat karya menjadi tidak utuh dan cacat secara estetis. Jangankan film agama, film yang didalamnya memuat pesan moral, buatku sangat mengada-ada. Film adalah film. Agama adalah agama. Kebetulan, pemikiranku itu selalu bisa direaliasikan. Karenanya aku hanya senyum saja ketika ibuku berpesan begitu. Parahnya, aku seperti tidak membutuhkan nasehat itu.
FILM AYAT-AYAT CINTA
Membaca novel Ayat-Ayat Cinta membuatku muak. Aku tidak tahan melihat karakter Fahri yang too good to be true. Ganteng, pintar, alim dicintai perempuan-perempuan cantik secara bersamaan. Seolah begitu mudah perempuan datang kepadanya tanpa sedikit pun Fahri aktif melakukan pendekatan. Aku tidak selesai membaca novel itu sampai kemudian Jamal Hasan (Publish MD entertainment) menelpon saya dan memperkenalkan ke Manoj Punjabi (producer Ayat-Ayat Cinta) yang kemudian menawari saya untuk memfilmkan Novel tersebut.
Jujur, Aku bingung. Apa yang harus aku lakukan dengan novel ini? Terlebih melihat tokoh utama di novel sudah tidak meyakinkan buatku. Tidak seperti tawaran film sebelumnya yang dengan gampang aku jawab: iya atau tidak. Film ini membuatku berfikir keras sebelum memutuskan. Lalu aku memulai kembali membaca cerita sampai (kupaksakan) habis.
Ternyata, aku menemukan hal penting: tidak hanya soal CINTA yang dituliskan di Novel. Lebih jauh lagi, ada keikhlasan, kesabaran dan sikap toleransi, dimana dalam Qur’an ketiganya disebutkan (terutama sabar dan ikhlas, sebanyak lebih dari 100 kali dituliskan). Ketika aku membaca novel itu, mendadak ingatanku dibawa ke masa dimana aku nyantri di tempat Kyai Syirat-Klaten. Mbah Kyai tidak pernah menyuruh aku sholat, ngaji atau puasa. Padahal Kyai Syirat dikenal sebagai pribadi yang keras, tidak kompromi jika menyangkut soal Syariah Islam. Mbah Kyai hanya menyuruh aku tidur.
‘Wis turu wae. Kui luwih apik tinimbang liyane.’ (sudah tidur saja. Itu lebih baik daripada yang lainnya), kata beliau. Awalnya, aku bingung. Niatku nyantri untuk belajar agama. Tapi yang disuruhkan ke aku cuma tidur. Ternyata, kyai ingin bicara denganku tentang keikhlasan. Berbuatlah sesuatu dengan ikhlas seperti layaknya orang tidur. Disaat tidur, kita merelakan tubuh kita rebah di tempat rendah (lebih rendah dari kita berdiri maupun duduk). Rela terkapar tanpa ada pikiran-pikiran apapun. Padahal bisa saja, ketika tidur seseorang berbuat jahat kepada kita.
Ilmu Ikhlas dan Sabar adalah bagian dari Ma’rifat Islam. Dikatakan, Ikhlas dan sabar bukan sikap nrimo. Tapi sikap yang didalamnya ada kerelaan untuk mengerti (Willing to Understand). Dan itu … sebuah perjuangan.
Segera setelah aku baca Novel AAC, aku menyanggupi menyutradari film ini. Aku ingin belajar lagi tentang arti Ikhlas, sabar dan toleran. Karena sebenarnya ketiga hal itu adalah penjabaran atas pengertian Cinta itu sendiri. Barangkali karena niatku membuat film ini untuk belajar, Alloh memberikan cobaan disetiap proses produksi film ini. Lewat kendala shooting seperti kamera tiba-tiba terbakar, berhadapan dengan preman pasar di semarang karena membawa 3 ekor unta dari jogja, jadwal pemain yang sibuk sehingga masing-masing tidak bisa ketemu, berada di dalam Bus selama 30 jam melintasi negeri Gujarat, di berhentikan di perbatasan, diacungi senapan oleh tentara, mendaki gurun pasir di Jodhpur sambil membawa kamera dan perlengkapan shooting dibawah terik panas matahari, kaki tergores duri ilalang padang pasir dan bibir pecah, sebenarnya Alloh ingin bicara tentang kesabaran kepadaku. Melalui peristiwa tidak dapat ijin untuk shooting di Kairo dan harus dipindah ke Semarang dan India, mendapatkan pemain-pemain yang kebanyakan bukan arab dan tidak bisa berbahasa arab, sebenarnya Alloh ingin bicara kepadaku tentang Ikhlas. Ikhlas menerima keadaan yang diberikan. Jika dipikir, aku bisa saja mundur dari project ini karena banyaknya kompromi. Apalagi melihat segala cibir, sumpah serapah dari pembaca fanatik Novel tentang produksi film AAC. Subhanalloh … Subhanalloh …
AYAT-AYAT PRIBADI TENTANG CINTA
Film Ayat-Ayat Cinta Tidak hanya berpengaruh bagi karirku saja. Tapi juga kehidupan pribadiku. Sabar, ikhlas dan toleransi menarik diungkapkan sebagai wacana. Tapi dalam prakteknya sulit sekali.Dua hari menjelang aku Shooting adegan Maria meminta diajari Sholat, saudara dekat yang aku cintai dan aku percayai dalam setiap keluh kesah, berpindah menjadi Kristen. Padahal selama ini berjilbab. Sebulan setelah Gala Premiere Ayat-Ayat Cinta, pacar yang sedianya akan aku nikahi (Tika Angela Sandy), memutuskan hubungan denganku dan menikah dengan orang lain. Peristiwa yang memilukan tersebut datang bersamaan dengan fakta angka jumlah penonton naik menjadi 3 juta, presiden SBY bersama 80 duta besar Negara dunia bersedia menyempatkan waktu menonton film ini, yang mana sebelumnya Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama menteri, BJ Habibie dan Ketua Muhammadiyah Din Samsudin juga menyempatkan diri menonton. Kemudian anugerah 9 Nominasi dalam Festival Film Bandung 2008 , dan ekspose media masa positif mengangkat Ayat-Ayat Cinta sebagai film yang mampu memecahkan rekor perolehan penonton. Allohu Akbar … Allohu Akbar.
‘Cinta, dan perasaan untuk memiliki adalah dua hal yang berbeda …’ begitu kata Maria. Dialog yang sebetulnya aku tulis untuk penonton, pada kenyataannya justru dibuat untuk diriku sendiri.
Tiba-tiba ditengah situasi itu, aku teringat bagaimana dulu aku SMA dan kuliah. Bagaimana dulu ibu selalu menangis ketika melihat aku nakal: Mabuk, tidak pernah sholat, gonta ganti pacar dan melukai hati perempuan yang sebenarnya harus aku sayangi. Aku juga teringat mantan Isteriku yang aku tinggal untuk mengejar karir, memaksanya untuk mengerti aku tanpa sedikitpun aku mengerti perasaannya. Aku juga teringat anakku selalu bicara lewat telpon : ‘Bapak! pulang ke Malang dong. Bhumi kangen bapak.’ Tidak ada yang bisa aku sebut dari mulutku selain : ‘ Ampuni aku ya Alloh. Engkau maha adil … Engkau tau apa yang terbaik buat hambaMu!’
Tidak bisa aku ungkapkan air mata itu meleleh dan jatuh di lantai saat aku bersujud. Tidak ada harapan apapun kecuali hanya ampunan atas kebodohanku. Ternyata, dosa tidak berada di luar hati. Dosa sedekat cinta kita kepada kekasih kita sendiri. Karena itu penyesalan selalu datang belakangan. Seperti terbangun dari tidur panjang, aku menatap sekeliling dengan gamang. Lalu terbaca sebuah hadist: Anta turiidu wa anna uriid. Wa laa yakunu illa ma uriid. Fa in salamtu li fima turiidu. Arahtuka fiima turiidu. Fa illam tass allim li fii ma turiid. Ut ‘ibuka wa usyqiika fii ma turiid …
… Kamu punya keinginan, Aku juga punya keinginan. Dan tidak berlaku apa yang bukan keinginanKu. Maka jika kamu serahkan apa yang kau inginkan, Aku akan bahagiakan kau mencapai keinginanmu. Tapi jika TIDAK kau serahkan keinginanmu padaKu, Aku akan buat kamu lelah dalam mengejar keinginanmu, hingga yang berlaku apa keinginanKu …
Aku ingat bagaimana dulu aku marah jika keinginanku tidak terpenuhi. Sekarang, aku seperti mendapatkan apa yang aku inginkan, namun disisi terdalam aku justru kehilangan semuanya. Dan tidak hanya sampai disini Alloh mengajariku dan memberiku cobaan. Fitnah, tudingan, tuduhan pembajakan, sampai gossip mendadak kaya raya yang secara langsung, lewat sms maupun blog ditujukan buatku, sampai saat hari ini, saat berita ini aku tulis. Bahkan niatanku mengantar Ibu dan Sari (adikku) pindah ke Madinah sekaligus Umroh, ditafsirkan lain oleh beberapa teman. Dianggap hasil ‘mendadak kaya’ dari Film Ayat-Ayat Cinta.
Mungkin, bagi pecinta Novel Ayat-Ayat Cinta, film ini tidak sempurna. Tapi bagi saya pribadi, sepanjang karir saya di film, hanya film ini yang menyadarkan saya tentang arti hidup, karir, agama dan perempuan.
Terima kasih ibu, aku sekarang mengerti kenapa kau menyuruhku membuat film ini …


No comments:

Post a Comment